Dulu waktu saya kecil dan eyang putri saya masih hidup
Dia suka memangku saya beserta salah satu saudara sepupu saya
Kami berdua adalah cucu kesayangan eyang kami, eyang suka menyanyikan lagu-lagu jawa yang isinya tentang petuah-petuah hidup. Eyang mengajarkan tentang sebuah harga diri kami laki-laki kaum jawa, tetapi dia juga menjagajarkan untuk menghargai kaum-kaum yang lain. Apalagi keluarga besar kami masih ada turunan darah bangsawan keraton solo. Istilahnya kami dianggap raja kembar nantinya, oleh karena itu kami mendapatkan rasa sayang yang lebih daripada saudara-saudara kami. Memang ada kecemburuan diantara cucu-cucu yang lain, tapi eyang menjelaskan semua cucu mendapatkan perhatian yang berbeda karena disesuaikan dengan keistimewaan masing-masing. Saya masih ingat suatu lagu berjudul kinanti yang begini lirik lagunya:
Pada gulangen in kalbu
Ing sasmita amrih pamrih
Ojo pijer mangan nendra
Kaprawiran den saestu.......
Saya lupa endingnya,tapi lagu ini membawa ketenangan kalau dinyanyikan saat malam hari. Banyak petuah-petuah dan renungan-renungan yang diberikan oleh Eyang. Saya sangat bangga bisa lahir dikeluarga ini. Mereka yang mengajarkan saya tentang harga diri, berpikir sederhana, kesabaran, membantu tanpa pamrih, selalu tersenyum dan rasa saling menjaga antar saudara, walau saudara itu bukan dari kaum yang sama.
Tak terpikirkan waktu telah berlalu Eyang kami meninggal dunia saat berusia 87 thn. Dengan bangga kami para cucu yang telah tumbuh menjadi besar dan dewasa menghantarkan ke pemakaman Eyang kami tercinta. Kami pulang dengan suatu mimpi yang besar yang ditanamkan oleh eyang putri kami.
Dedicated to my dear Grandparent.
Dia suka memangku saya beserta salah satu saudara sepupu saya
Kami berdua adalah cucu kesayangan eyang kami, eyang suka menyanyikan lagu-lagu jawa yang isinya tentang petuah-petuah hidup. Eyang mengajarkan tentang sebuah harga diri kami laki-laki kaum jawa, tetapi dia juga menjagajarkan untuk menghargai kaum-kaum yang lain. Apalagi keluarga besar kami masih ada turunan darah bangsawan keraton solo. Istilahnya kami dianggap raja kembar nantinya, oleh karena itu kami mendapatkan rasa sayang yang lebih daripada saudara-saudara kami. Memang ada kecemburuan diantara cucu-cucu yang lain, tapi eyang menjelaskan semua cucu mendapatkan perhatian yang berbeda karena disesuaikan dengan keistimewaan masing-masing. Saya masih ingat suatu lagu berjudul kinanti yang begini lirik lagunya:
Pada gulangen in kalbu
Ing sasmita amrih pamrih
Ojo pijer mangan nendra
Kaprawiran den saestu.......
Saya lupa endingnya,tapi lagu ini membawa ketenangan kalau dinyanyikan saat malam hari. Banyak petuah-petuah dan renungan-renungan yang diberikan oleh Eyang. Saya sangat bangga bisa lahir dikeluarga ini. Mereka yang mengajarkan saya tentang harga diri, berpikir sederhana, kesabaran, membantu tanpa pamrih, selalu tersenyum dan rasa saling menjaga antar saudara, walau saudara itu bukan dari kaum yang sama.
Tak terpikirkan waktu telah berlalu Eyang kami meninggal dunia saat berusia 87 thn. Dengan bangga kami para cucu yang telah tumbuh menjadi besar dan dewasa menghantarkan ke pemakaman Eyang kami tercinta. Kami pulang dengan suatu mimpi yang besar yang ditanamkan oleh eyang putri kami.
Dedicated to my dear Grandparent.
Komentar